MANUNGGAL DENGAN ALLAH, HARMONIS DENGAN SESAMA

"Union with God then, is not complete until there is nothing left to be united.”
 - Bernadette Roberts -

Seorang Sufi Andalusia-Spanyol, bernama Ibn’ al- Arabi dikenal dengan  doktrin wahdat al-wujud (Unity being), sesuatu yang ada di dunia ini bersumber dari satu Realitas Sejati, yakni Allah. Ketika semesta diciptakan tidak ada satupun eksistensi selain dari pada Allah. Pertanyaannya darimanakah Allah mendapatkan “bahan” untuk mencipta jika tak ada sesuatupun selain Dia? Menurut Ibn’ al-Arabi dalam bukunya Fusus al-hikam (The Bezels of Wisdom), “bahan” penciptaan adalah Allah sendiri. Dengan daya kreatifitas, dan cinta Allah mencipta manusia dan semesta. Karena manusia berasal dari Allah, maka yang paling utama dalam hidup ini adalah  menghadirkan karakter ilahi yang ditanam Allah pada kita. Mereka yang berhasil menyatu dengan Allah oleh oleh Ibn’ Arabi disebut sebagai Insan al-KamilPerfect Man, Manusia sempurna.  
Jika diteliti lebih jauh, ajaran Ibn’ al-Arabi ini mirip dengan konsep penciptaan dalam Injil Yohanes.  Pada mulanya adalah Firman (Yun : Logos– inspirasi, sumber kreasi peradaban) yang manunggal dengan Allah, Ia-lah yang menjadikan segala sesuatu dan tanpa Dia tidak akan ada kehidupan. Di dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang manusia  (Yoh. 1:1-4). Maka tidak heran jika Tuhan Yesus berdoa agar kita menjadi satu dengan Dia (Yoh. 17:23). Kita diingatkan bahwa kesejatian hidup terletak pada persekutuan yang intim dengan Kristus Sang Sumber Kehidupan. 
Persekutuan dengan Kristus menjadi pintu masuk kesatuan kita dengan Allah dan sesama. Kesatuan itu adalah prasyarat bagi kehidupan yang sejati. Lalu bagaimanakah mewujudkan kesatuan dengan Kristus itu? Dalam Injil Yohanes, salah satu kata  (dan rumpunnya) yang paling banyak digunakan adalah meno (abide/ tinggal)- 40x. Meno secara literer berarti “tetap berada di satu tempat (Yoh. 4:40, 7:9, 10:40, 11:6,54, 12:34, 14:25, 15:4-5), menggambarkan apa yang Allah kerjakan dalam kehidupan kita. Allah tinggal di dalam Yesus, dan Yesus tinggal di dalam Allah (14:10). Yesus tinggal di dalam dan bersama kita (6:56). Kita tidak dapat berbuah kecuali Yesus dan firman-Nya tinggal di dalam kita (15:5,7). Roh Kudus tinggal bersama Yesus (1:32-33). Oleh sebab itu para murid juga dipanggil untuk tinggal bersama dan di dalam Yesus (8:31,35,12:46, 15:4-5,7,9-10). Ketika Kristus tinggal di dalam kita, dan kita di dalam Kristus, pikiran, perasaan dan perbuatan kita akan berkelindan dengan kehendak, cinta dan misi Allah. 

picture by steemit.com
Masalahnya, apakah kehidupan kita masih punya ruang untuk ditinggali oleh Tuhan Yesus? Atau yang  tinggal di dalam kita justru kegelisahan yang berbuah ketakutan, kemarahan, ambisi liar, keserakahan, keinginan membuktikan diri, dan permusuhan terhadap sesama dan semesta?  Reinhold Niebuhr menggambarkan bahwa kegelisahan(anxiety)adalah embrio dosa. Karena  “kegelisahan” lah manusia selalu ingin menggapai apa yang melampaui dirinya. Kita berpretensi merasa layak, menganggapai mimpi yang tanpa batas dengan kasih yang begitu terbatas. Indikasi kegelisahan itu adalah konflik terus-menerus dengan orang lain. Konflik yang  bukan hanya sekedar untuk bertahan hidup (will to survive), namun lebih disebabkan oleh keinginan untuk mendominasi, menguasai segala sesuatu (will to power). Dalam kenyataan, rupa-rupa perpecahan dalam rumah tangga, gereja dan masyarakat terjadi karena egosentrisme, harga diri, dan ambisi menaklukkan. 

Untuk menyatu dengan Kristus kita perlu mengkonversi will to power  dan will to survive  menjadi  will to abide 
dan  will to obey. Ketika melekat dan taat kepada Kristus kita akan memiliki persekutuan hangat dengan sesama. Di dalam Kristus, persekutuan dengan sesama adalah simbol persekutuan dengan Allah. Sebaliknya, perseteruan dengan sesama, mengindikasikan perseteruan dengan Allah. Karena itulah Tuhan Yesus berdoa agar kita semua senantiasa bersatu. 

Comments

Popular posts from this blog

"Transformed Nonconformist" Spirituality: An Effort to Open the Eyes of Indonesian Christian Church"

COMPARATIVE STUDY OF “PERFECT MAN” in IBN AL-ARABI and RANGGAWARSITA TASAWUF

BERTEOLOGI DI TENGAH KEMISKINAN