Posts

Memurnikan Hati, Menyambut Pengharapan

Image
  Yohanes 1:6-8, 19-28     Oleh: Pdt. Andri Purnawan    Dalam kisah pra natal, kehadiran Yohanes pembaptis menjadi berita sentral. Tidak semua Injil membicarakan silsilah Yesus Kristus, tak semua pula menceritakan tentang orang Majus, hanya Lukas yang menceritakan tentang para gembala, namun Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes bercerita tentang peran penting Yohanes sebagai pembuka jalan kelahiran dan kehadiran Tuhan Yesus.    Matius 11:11 mengungkap bahwa Yesus pun mengakui, bahwa “Di antara mereka yang dilahirkan oleh Wanita, tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis.” Markus 1:1-4 menjadikan Yohanes sebagai sosok pembuka injilnya, dengan kalimat yang sangat eksplisit, “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah,…. Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu,… demikianlah Yohanes Pembaptis tampil.” Lukas 1:5-25 menceritakan dengan detail bagaimana Yohanes Pembaptis dikaruniakan dan lahir sebagai mujizat dala

Kita bisa jadi Pahlawan

Image
Yohanes 15:13 Oleh: Pdt. Andri Purnawan    Selamat hari Pahlawan! Merdeka atau mati! Demikian sang pemimpin upacara memekikkannya dan disambut dengan beberapa pleton barisan dengan semangat dengan penuh gelora. Sementara beberapa orang lainnya menanggapi dengan wajah datar, dan sebagian yang lain nampak bertanya-tanya: apa makna dan relevansi pekik merdeka di zaman ini? Itulah yang saya lihat ketika berada di sebuah upacara peringatan hari Pahlawan.    Realitas itu menegaskan bahwa sesungguhnya “pahlawan adalah sebuah konsep.” Setiap orang punya definisi dan imajinasi yang berbeda tentang pahlawan.   Ada yang membayangkan pahlawan sebagai para pejuang yang gugur karena memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ada yang berpandangan bahwa pahlawan sebagai mereka yang berkorban untuk kebaikan orang lain.    Sementara, para remaja putri tahun 90’an membayangkan pahlawan sebagai figur fiktif, yakni seorang pangeran tampan yang datang menjemputnya dengan kereta kencana, seperti Cinderella yang
Image
 MENGAKUI KUASA ALLAH   Oleh: Pdt. Andri Purnawan    “Dengan kuasa manakah kamu melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?”     Pernahkah Anda menjumpai seorang yang mudah marah, terutama bila merasa kewenangannya dilangkahi? Bentuk amarahnya bisa berwujud konfrontasi, menyerang pihak yang dianggap mengancam; namun ada juga dengan mengungkap kekecewaan, dan sejurus kemudian menarik diri dan membangun benteng, serta mengisolasi diri.   Biasanya, orang yang mudah tersinggung punya problem terkait dengan kuasa ( power issue ) dalam kehidupan domestiknya. Di rumah, atau di tempat kerja, mereka terlalu sering disakiti, tak dihargai, dihambat dengan banyak aturan, dan ditekan oleh otoritas dari berbagai jurusan: oleh agama, pasangan, budaya, tuntutan menjaga nama baik dan prestasi, dan segala sesuatu yang menganggap kelemahan sebagai aib yang perlu ditutupi. Bahkan ketika berada di wilayah otoritasnya pun, mereka merasa tak aman. Ketika kawan berbeda jalan, dian

Membangun Mezbah Keluarga dengan Kasih Kristus

Image
  Oleh: Agustina Purnawan, S.Si.Teol.   Dalam Alkitab, terutama Perjanjian Lama, mezbah merupakan sebuah tempat persembahan korban. Di sanalah persembahan dari umat kepada Allah dinyatakan, baik dalam rumah hewan-hewan yang di sembelih, maupun dalam rupa gandum, anggur, dan kemenyan yang dibakar di dalam terbuka. Sifat mezbah adalah sakral, diliputi suasana kekudusan, tempat dimana Allah dan umat-Nya saling mendekat, dan bahkan menjadi sarana umat untuk mencari perlindungan (1 Raj. 2:28). Dalam sejarah Israel, setelah bait suci Yerusalem didirikan sebagai pusat penyembahan nasional, secara resmi pendirian mezbah-mezbah lokal tidak lagi diizinkan.   Di Perjanjan Baru, Kristus, yang telah menjadi Imam Besar sekaligus Sang Korban Pendamaian yang Abadi menjadi pusat mezbah kehidupan orang percaya.   Picture of  https://pngtree.com/freepng Pertanyaannya, apakah mezbah keluarga masih diperlukan? Jawabnya tergantung apa motifnya. Jika pusat-pusat penyembahan dan korban dirupakan secara fisik,

COMPARATIVE STUDY OF “PERFECT MAN” in IBN AL-ARABI and RANGGAWARSITA TASAWUF

Image
by: Andri Purnawan    Introduction In the Arabic term,  al-insan al-Kamil  is the person who reaches perfection. This refers to a wise person, a person who has acquired qualities in great virtue. The origin of this concept is derived from the Quran and Hadith. [1]   “Perfect Man” ( Al-Insan al-Kamil ) is the essential idea of Ibn' al-Arabi and Ranggawarsita tasawuf. Both of them correlate the human perfection with Unity with God, Wahdat al-Wujud as well as  Manunggaling Kawula lan Gusti.  In this paper, I will explore the connection between Unity with God and Human Perfection in Ibn al-Arabi and Ranggawarsita Sufism teachings.              I will briefly describe each biography, explaining the views on  "wahdat al-wujud"  and  "Manunggaling Kawula lan Gusti ," revealing ideas about Insan Al-Kamil, comparing them before concluding. My research will focus on the thoughts of Ibn 'al-Arabi   Fusus Al-Hikam  (The Bezels of Wisdom) and  Serat Hidayat Jati  - Rangg