MENGAMBIL BAGIAN DALAM KARYA PEMULIHAN CIPTAAN



6 November telah ditetapkan PBB sebagai International Day for Preventing The Exploitation of the Environment in War and Armed Conflict (Hari Internasinal bagi Pencegahan Eksploitasi Lingkungan hidup dalam/dari Perang dan Konflik Bersenjata). Di satu sisi perang dan konflik bersenjata selalu menyisakan kesedihan, memakan korban, menghancurkan peradaban dan menimbulkan trauma bagi manusia. Selain itu, lingkungan adalah “silent victim”, yang tak berdaya ketika perang berkecamuk. Air terpolusi, tanah ikut rusak dan teracuni, hutan dibalak, hewan-hewan dibunuh untuk kepentingan perang, udara tercemari dengan asap kehancuran. Perang selalu menimbulkan kerusakan lingkungan.  Di sisi lain berlaku situasi kebalikan. Eksploitasi dan perusakan lingkungan, pembalakan hutan, penjajahan tanah adat oleh koorporasi yang sering berbuntut konflik agraria, penguasaan monopolis atas air dan mineral, pencemaran udara dan pembuangan limbah yang ngawur sering menimbulkan perasaan tidak adil, dendam, permusuhan, yang memicu kerusuhan dan perang.  Maka ada hubungan yang sangat erat antara kelestarian lingkungan dengan perdamaian dunia. Ketika alam rusak, perdamaian terkoyak. Ketika perang meradang, lingkungan alam hancur tanpa pembelaan.

Beberapa pihak menilai bahwa konflik dan perusakan lingkungan merupakan konsekuensi dari terus berkembangnya peradaban manusia seiring dengan sumber daya alam yang makin menipis. Populasi manusia terus meningkat, terutama pasca Revolusi Industri. Jumlah penduduk bumi saat ini adalah 7,6 miliar dan diprediksi akan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050. Padahal idealnya bumi hanya dihuni 2-3 miliar manusia. Robert Malthus (abad18) telah mengingatkan jika populasi global akan tumbuh lebih cepat daripada ketersediaan pangan, dan hal itu akan membawa manusia pada kelaparan masal. Hal serupa juga disampaikan seorang biologis bernama Paul Ehrlich dalam  The Population Bomb, kota yang kelebihan penduduk akan berakhir pada kematian karena kelaparan. Maka beberapa pihak berpendapat bahwa satu-satunya cara yang paling efektif untuk menyelesaikan situasi tersebut adalah dengan “mengurangi” separuh populasi manusia di dunia. Ide utilitarianis itu sangat nampak dari terciptanya tokoh imaginer  Thanos (Avengers : Invinity War ) dan Ra’s Al Ghul yang ingin memusnahkan semua penduduk Gotham – yang baginya  morraly corrupt.  Meski masuk akal, tentu saja gagasan itu, sangatlah mengerikan. Derek Parfit, seorang filsuf Inggris menyebut gagasan ingin mencipta hidup ideal dengan menghabisi 50 % populasi semesta sebagai The Repugnant Conclusion (kesimpulan yang menjijikkan). 

Jauh sebelum era ini, sesungguhnya Allah juga pernah mengambil langkah “menenggelamkan dunia dengan air bah” karena melihat kehidupan yang rusak total akibat ulah manusia berdosa yang makin bertambah banyak.  Sampai-sampai Alkitab menggambarkan Allah menyesal telah menjadikan manusia di bumi (Kej. 6:6). Namun kisah decreation (pemusnahan) itu segera diikuti dengan karya redemption (penebusan), dan recreation (penciptaan kembali). Karya ‘pembaharuan ciptaan melalui pemusnahan ciptaan’ itu dinyatakan oleh Allah dengan memakai Nuh dan keluarga untuk mengawali pranata kehidupan baru yang lebih berpengharapan. Setelah air bah surut, TUHAN Allah berjanji untuk tak akan mengutuk bumi lagi karena kejahatan manusia (Kej. 8:21-22). Kemudian  pranata baru Allah nyatakan melalui Nuh dan keluarganya.  Pasca air bah Allah mengadakan perjanjian dengan manusia dan segala makhluk yang hidup -non-human(Kej. 9:9-11,17), bahwa tidak ada lagi pemusnahan bumi oleh air bah. Sebaliknya Ia  memerintahkan manusia untuk beranak cucu, bertambah banyak, memenuhi bumi sampai tak terbilang jumlahnya, sehingga manusia bisa menjadi pamong  atas seisi bumi. Allah mempercayakan segala yang ada di bumi ini kepada manusia dengan catatan manusia tidak memakan daging berdarah (masih bernyawa). Itu supaya manusia menghormati kehidupan dan sekaligus menghormati Allah sebagai Pemberi kehidupan. Dengan demikian, sejak saat itu Allah telah melibatkan manusia dalam karya pemulihan ciptaan. 

Sebagai umat TUHAN yang hidup di masa kini, sejatinya kita masih terikat perjanjian damai bagi seluruh ciptaan. Di tengah pasar bebas yang cenderung melegalkan over consumptiondan membenarkan gaya hidup yang merusak lingkungan, kita justru dipanggil untuk menjaga, merawat, berhemat, mempedulikan alam tempat kita hidup. Jika Allah Sang Pemilik kehidupan saja telah berjanji merahmati bumi dengan pelangi perdamaiannya, bukankah seharusnya kita turut serta dalam karya itu? Alam telah turut menderita bersama dosa manusia, kini seharusnya turut menikmati keselamatan telah Allah kerjakan.  Dengan demikian misi keselamatan dapat berkelindan dengan misi penciptaan dan misi perdamaian. Ketika alam terjaga, kelangsungan hidup dalam perdamaian akan tercipta. - @’Ndrie -




Comments

Popular posts from this blog

"Transformed Nonconformist" Spirituality: An Effort to Open the Eyes of Indonesian Christian Church"

COMPARATIVE STUDY OF “PERFECT MAN” in IBN AL-ARABI and RANGGAWARSITA TASAWUF

BERTEOLOGI DI TENGAH KEMISKINAN