BERTEOLOGI DI TENGAH KEMISKINAN



Kemiskinan adalah realita yang tak terpisah dari hidup manusia. Usia kemiskinan sudah setua peradaban manusia.  Di dalam Alkitab, kita akan menjumpai begitu banyak teks yang memuat pergumulan mengenai kemiskinan. Fokus tulisan ini adalah mengangkat status teologis orang miskin, status teologis kemiskinan dan bagaimana upaya melawan kemiskinan dalam konteks persekutuan.


A. STATUS TEOLOGIS ORANG MISKIN 

Ketika kita bicara tentang status teologis orang miskin dari perspektif  Teologi Biblis (historis), maka  pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah : apakah kemiskinan itu, dan siapakah yang disebut orang miskin?  Studi kata (konsep) berbasis Alkitab akan menjawabnya.  

 Dalam Kitab Ibrani (PL)istilah miskin menggunakan kata : 
  1. Ānî˓ānāw,  (tertindas, miskin, rendah -  “oppressed,” “poor,” “humble” ) Imamat 19:10; Ulangan. 15:11; Ayub 29:12; Mazmur 10:9; 74:19; Yesaya 3:14). Kata ini digunakan untuk menggambarkan kemiskinan yang timbul karena penindasan. PL menggambarkan Tuhan sebagai penolong bagi orang miskin yang demikian.[1]
  2. ˒Eḇyôn, (“yang membutuhkan”, fakir - “in want, needy, poor” ). Misalnya dalam Ulangan 15:4–11; Ayub 31:19; Mazmur. 132:15; Amsal. 14:21; Yeremia 2:34. Kata ini digunakan untuk menggambarkan orang yang mengemis sedekah dan juga menggambarkan orang yang sangat miskin serta hidup menggelandang.  Dalam beberapa bagian kitab Mazmur kata ini dikaitkan dengan  ˓ānî(“poor [˓ānî] and needy [˓eḇyôn]”) untuk menggambarkan orang-orang benar yang memohon agar Allah berkenan memberi kebaikan bagi mereka. (Mazmur. 37:14; 40:17 - 18; 70:5 - 6; 74:21; dsb).[2]
  3. Dal, (lemah, kurus, hina - “weak,” “thin,” “low,” “poor”). Misalnya di dalam Keluaran. 23:3; 1 Samuel 2:8; Ayub 5:16; Mazmur. 113:7; Amsal 19:17; Amos 8:6.  Istilah ini menunjuk pada kelemahan fisik (mis. Kejadian 41:19), namun juga sering digunakan untuk menggambarkan status sosial yang rendah (mis. Para petani miskin ditinggal/ tidak diangkut ke Pembuangan Babel.(dallâ, 2 Raja. 25:12; Yeremia. 40:7; 52:15).
  4.  Rāš, (“poor, needy.” ) untuk menggambarkan status miskin, terutama dalam sastra hikmat (2 Samuel 12:1, 3; Amsal. 13:8; 14:20; 18:23; 22:7; dsb.)
  5.  Miskēn, (jadi tanggungan, orang rendahan -“dependent, socially inferior.”). Istilah ini digunakan untuk menggambarkan orang yang memilih untuk hidup miskin. Miskin adalah jalan untuk menjadi bijak.  (Pengkhotbah 4:13; 9:15).[3]
  6. maḥsôryang merupakan istilah miskin karena malas (The Lazy Poor). Misalnya disebut dalam Amsal 6:11; 14:23; 21:5; 24:34; 21:1711:24; 22:16; 24:34; dsb. [4]



Dalam Perjanjian Baru (PB) istilah miskin diungkapkan dengan kata :
  1. pénēsuntuk merujuk para penganggur dan mereka yang tak punya harta (2 Korintus 9:9)
  2.  ptōchós: merujuk pada peminta-minta,  yang hidupnya bergantung total pada sedekah orang. 
  3. penichrós: kata ini digunakan dalam kisah tentang janda miskin (Lukas 21:2).[5]

Dalam PB, tema mengenai hadirnya Kerajaan Allah sangatlah kuat.  Oleh karena itu gema bahwa Allah akan membebaskan orang miskin sangat kuat, bahkan lebih kuat dari PL (Lukas 12:32). Namun istilah miskin dalam PB diberi pemaknaan baru (Lukas 4:18; 6:20; 7:22), sehingga antara miskin – oleh sebab penindasan politik dan ekonomi (paupers)  dengan miskin rohani (sinner) terkadang agak sulit dibedakan. Namun toh kontinuitas gagasan mengenai Pembebasan Allah terhadap  kemiskinan dan penindasan dalam PL dan PB terlihat sangat jelas. 



B. STATUS TEOLOGIS KEMISKINAN :

Dari manakah datangnya kemiskinan ?  Thomas Nelson[6]menyatakan bahwa menurut  Alkitab kemiskinan disebabkan oleh hal-hal berikut : 
a)    Kedaulatan Allah (God’s sovereignty)                                    1 Sam. 2:7
b)   Kemalasan       (Sloth   )                                                          Amsal  6:10, 11
c)    Produktivitas yang rendah (Lack of industry)                         Amsal 24:30–34
d)   Suka berfoya-foya (Love of pleasure )                                    Amsal 21:17
e)    Semau gue      (Stubbornness )                                               Amsal 13:18
f)    Mengejar hal sia-sia (Empty pursuits)                                   Amsal 28:19
g)    Boros (Drunkenness)                                                               Amsal 23:21


Dari uraian di atas nampak sekali bahwa Nelson melihat akar kemiskinan adalah ketidak mampuan manusia mengelola diri. Tentu saja sebab yang diangkat ini terasa menyudutkan orang miskin karena Nelson berangkat dari sastra hikmat[7]yang meyakini orang berhikmat tidak akan bisa miskin (karena tak mungkin jauh dan tak mungkin ditindas orang lain). 


Lalu bagaimana pandangan Allah mengenai kemiskinan? Dalam konteks keluarnya Israel dari Mesir, Tuhan pernah menjanjikan “tidak akan ada orang miskin di antaramu…” (Ulangan 15:4). Syaratnya Israel harus mendengarkan Tuhan. Sayangnya karena Israel tidak taat, “kemiskinan tak akan habis di negeri itu” (ay.5). Oleh karena itu Israel diperintahkan untuk meresponi kemiskinan dengan membuka tangan dan hati bagi mereka yang miskin, sekaligus hidup tanpa dosa (ay. 7-11).[8]  Dengan demikian Allah sangat tidak berkenan kepada kemiskinan. Khususnya dalam hal kecerobohan dan penindasan manusia terhadap sesamanya yang hampir selalu menjadi biang kemiskinan. Oleh karena itu Ia membuat seperangkat sistem agar Israel tidak jatuh miskin dan tidak saling menindas.  

      Inilah hukum yang dirancang untuk melindungi orang miskin :
a.    Perlindungan terhadap upah pekerja harian                                  Imamat 19:13
b.    Memberi perpuluhan untuk “zakat”                                            Ulangan 14:28, 29
c.    Memberi pinjaman  tanpa bunga                                                              Imamat 25:35, 37
d.    Hak memungut sisa panen                                                            Imamat 19:9, 10
e.    Pengembalian tanah gadai pada tahun Yobel                                 Imamat  25:25–30
f.     Partisipasi yang setara dalam mempersembahkan korban            Imamat 16:11, 14
g.    Memerdekakan budak setelah bekerja 7 tahun                             Ulangan 15:12-15[9]



Selain Nelson, Swanson dan Nave adalah ahli yang membuktikan bahwa tema kemiskinan sangatlah penting di dalam Alkitab. Mereka bahkan mendata ratusan ayat yang tersebar di dalam Alkitab dan kemudian membaginya dalam lima kategori, yakni : tema yang berhubungan dengan orang miskin, kewajiban terhadap orang miskin, pemeliharaan/ keberpihakan Tuhan bagi orang miskin, kebaikan yang diperbuat bagi orang miskin, dan orang miskin mengalami tekanan. Demikian uraiannya : 

TEMA YANG BERHUBUNGAN DENGAN ORANG MISKIN[10]
 Ex. 23:3, 6; Lev. 19:15; 1 Sam. 2:7; Neh. 8:10, 12; Job 29:11–13, 15, 16; Job 30:25; Job 31:15–22; Job 34:19 Prov. 22:2. Psa. 37:16; Psa. 82:3, 4; Psa. 109:16; Prov. 10:15; Prov. 13:7, 8, 23; Prov. 14:20, 21, 31; Prov. 18:23; Prov. 19:1, 4, 7, 17, 22; Prov. 20:13; Prov. 21:13; Prov. 22:2, 9; Prov. 23:21; Prov. 28:6, 8, 11, 19; Prov. 29:14; Eccl. 4:6, 13; Eccl. 6:8; Eccl. 9:15, 16; Jer. 22:16; Ezek. 16:49; Matt. 25:42, 45; Matt. 26:11 Mark 14:7. Mark 12:43, 44; Luke 6:35 vs.30–34.; Luke 16:20, 21; John 12:6; Jas. 1:9, 10

KEWAJIBAN TERHADAP ORANG MISKIN[11]

Ex. 22:25–27; Ex. 23:11; Lev. 19:9, 10 Lev. 23:22. Lev. 25:25–28, 35–37, 39–43; Deut. 14:28–29; Deut. 15:2–14; Deut. 24:12–21; Deut. 26:12, 13; Neh. 8:10; Psa. 37:21, 26; Psa. 41:1–3; Psa. 112:4, 5, 9; Prov. 28:27; Prov. 29:7; Prov. 31:9, 20; Isa. 1:17; Isa. 16:3, 4; Isa. 58:7, 10; Ezek. 18:7 vs.16,17.; Dan. 4:27; Zech. 7:10; Matt. 5:42 Luke 6:30. Matt. 19:21; Matt. 25:35, 36; Mark 14:7; Luke 3:11; Luke 11:41; Luke 12:33; Luke 14:12–14; Luke 18:22; Luke 19:8; Acts 20:35; Rom. 12:8, 13, 20; 1 Cor. 13:3; 1 Cor. 16:1, 2; 2 Cor. 6:10; 2 Cor. 9:5–7 vs.1–15;; 2 Cor. 8:9. Gal. 2:10; Gal. 6:10; Eph. 4:28; 1 Tim. 5:9, 10, 16; Heb. 13:3; Jas. 1:27; Jas. 2:2–9, 15, 16; Jas. 5:4; 1 John 3:17–19

PEMELIHARAN/ KEPBERPIHAKAN TUHAN BAGI ORANG MISKIN[12]

1 Sam. 2:7, 8; Job 5:15, 16; Job 31:15; Job 34:18, 19, 28; Job 36:6, 15; Psa. 9:18; Psa. 10:14; Psa. 12:5; Psa. 14:6; Psa. 34:6; Psa. 35:10; Psa. 68:10; Psa. 69:33; Psa. 72:2, 4, 12–14; Psa. 74:21; Psa. 102:17; Psa. 107:9, 36, 41; Psa. 109:31; Psa. 113:7, 8; Psa. 132:15; Psa. 140:12; Psa. 146:5, 7; Prov. 22:2, 22, 23; Prov. 29:13; Eccl. 5:8; Isa. 11:4; Isa. 14:30, 32; Isa. 25:4; Isa. 29:19; Isa. 41:17; Jer. 20:13; Zeph. 3:12; Zech. 11:7; Matt. 11:5 Luke 7:22. Luke 4:18; Luke 16:22; Jas. 2:5 

KEBAIKAN YANG DIPERBUAT BAGI ORANG MISKIN [13]
Instances of:To Ruth, Ruth 2:23; by Boaz, Ruth 2:14–16. To the Widow of Zarephath, 1 Kin. 17:12–24. Prophet’s widow, 2 Kin. 4:1–7. Jews, Esth. 9:22. By Job, Job 29:11–16; 31:16–21, 38–40; the Temanites, Isa. 21:14; Nebuzar-adan, Jer. 39:10; the good Samaritan, Luke 10:33–35; Zacchaeus, Luke 19:8; Christian churches, Acts 6:1; 11:29; Rom. 15:25, 26; 2 Cor. 8:1–4; Dorcas, Acts 9:36; Cornelius, Acts 10:2, 4; church at Antioch, Acts 11:29, 30; Paul, Rom. 15:25; churches of Macedonia and Achaia, Rom. 15:26; 2 Cor. 8:1–5.

ORANG MISKIN MENGALAMI TEKANAN (OPPRESSIONS)[14]
Neh. 5:1–13; Job 20:19–21; Job 22:6, 7, 9–11; Job 24:4, 7–10; Psa. 10:2, 8–10; Psa. 37:14; Prov. 14:20; Prov. 17:5; Prov. 19:7; Prov. 22:7, 16; Prov. 28:3, 15; Prov. 30:14; Eccl. 5:8; Isa. 3:14, 15; Isa. 10:1, 2; Isa. 32:6, 7; Ezek. 18:12; Ezek. 22:29; Amos 2:6–8; Amos 4:1, 2; Amos 5:11, 12; Amos 8:4, 6; Hab. 3:14; Jas. 2:6 

Yang menarik dari data Swanson dan Nave adalah dari sekian banyak teks Alkitab mengenai kemiskinan, konsentrasi terbesar justru terletak pada “Si Miskin” sebagai korban - yang banyak mengalami tekanan hidup - sehingga Allah berpihak kepada mereka dan umat wajib berbuat sesuatu terhadap mereka sebagai wujud ibadah kepada Allah. 

Dari sini tentu kita akan mampu menghayati makna perkataan Yesus : “...sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40). Bagian ini memberi kesan yang kuat bahwa berbuat baik dan menolong mereka yang miskin – sebagai pihak tertindas-  harus dilakukan dengan cara yang terbaik seperti kita hendak melakukan sesuatu bagi Tuhan. Semestinya Gereja yang senantiasa berseru kepada anggota jemaatnya untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, harus juga berbuat yang terbaik bagi Kemiskinan. 




C. STATUS TEOLOGIS USAHA-USAHA MELAWAN KEMISKINAN 

Tidak ada kata nanti dulu untuk usaha memberantas kemiskinan. Dalam konteks masyarakat kita sekarang ini, upaya penanggulangan kemiskinan harus segera dilakukan.[15]  Berdoa, membaca Firman, bersaat teduh takkan ada gunanya jika Gereja tak berpihak pada yang lemah. Namun biasanya kita tetap bertahan bahwa memuji dan menyembah Tuhan adalah cukup untuk menyenangkan hati-Nya. Gereja senantiasa mendambakan relasinya dengan Allah seperti relasi suami-istri, keluarga tertutup yang tak boleh direcoki oleh siapa pun, termasuk oleh problematika kemiskinan. Jika kita tetap bertahan pada pendirian yang demikian, maka kita akan menjadi Gereja yang miskin! Ya...kita akan jadi miskin karya dan pada gilirannya Tuhan Yesus akan berkata kepada kita :  “..sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku”(Matius 25:45).  


So what? Apa yang bisa kita lakukan ? 

Menurut penulis Gereja perlu melakukan dua hal : 
Pertama, menyelesaikan persoalan kemiskinan di dalam diri gereja. Kita tentu masih ingat bahwa salah satu ukuran kemiskinan adalah tidak terpenuhinya Basic Human Needs, yakni : 
  1. Sandang, pangan, papan.
  2. Pendidikan, kesehatan, air bersih, pekerjaan, sarana transportasi (perlindungan umum)
  3. Segala macam sumber produksi dan akses terhadap modal usaha
  4. Sarana beribadah, beriman, beragama dan sosial kebudayaan. 

Rasanya terlalu naif jika kita berambisi mengurangi kemiskinan di Indonesia tanpa kita mengatasi kemiskinan di tubuh kita. Sistem bergereja kita sebenarnya memungkinkan untuk saling bertolong-tolongan menanggung beban (Galatia 6:2). Harus diakui anggota jemaat kita ada orang kaya dan ada orang miskin. Ada high society dan low society.  Gereja harus memiliki data mengenai keterpenuhan Basic Human Needs di kalangan anggota jemaatnya (jika sudah silahkan merambah dalam lingkup klasis, sinwil atau bahkan sinode )
    • Gereja harus mampu untuk menjadi fasilitator dan regulator yang memungkinkan terbentuknya teamwork pemberdayaan ekonomi jemaat. Ada niat, ada komitmen bersama, ada kesediaan untuk berhenti beraktivitas dan memikirkan upaya pemberdayaan ekonomi jemaat secara jernih, maka pasti ada jalan. Walau beda konteks dengan kita,  cara hidup jemaat mula-mula dalam Kisah 4 : 32-37  dapat menjadi landasan teologis bagi gereja untuk mengelola (sebagian- kalau perlu separuh) persembahannya untuk memberdayakan jemaat miskin. Tentu ongkos yang dikeluarkan mahal. Mahal secara dana, tapi lebih mahal lagi secara daya. 
    • Gereja harus mulai berpikir mengenai pengadaan modal usaha. Yang sumber dananya bisa digali dari mana saja – yang penting halal. Agar terjadi kesinambungan modal, maka gereja perlu menciptakan unit usaha yang lengkap dari hulu ke hilir. Ada modal- ada produk – ada tempat pemasaran – ada penyuplai barang, dst. 
    • Gereja mengelola program pemberdayaan ekonomi jemaat secara profesional, agar akuntabilitas dan kredidibilitasnya terjaga.
    • Pelayanan diakonia lintas lingkup (jemaat, klasis, sinwil, sinode) perlu digalakkan. Berkaca dari 2 Korintus 8 :1-15 koordinasi diakonia lintas lingkup perlu diagendakan dan dilaksanakan. Membenahi sistem kepemimpinan memang perlu, berbenah struktur organisasi boleh, mengupdate peraturan baru sah-sah saja. Namun berdiakonia dalam berbagai lingkup juga jangan ditinggalkan. 


  • Kedua,  sudah waktunya Gereja mengembangkan proyek kerjasama dengan pihak luar untuk menjawab tantangan kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Kemiskinan masyarakat seringkali menjadi sumber masalah sosial yang terjadi di masyarakat kita. Tanpa keterlibatan gereja, masyarakat yang miskin tak kan punya akses keluar dari kemiskinannya. Di tengah bisunya organisasi keagamaan tatkala melihat tetangga kita terhimpit, maka gereja sebagai sebuah persekutuan Kristus harus berkarya, sekecil apa pun itu.  


PENUTUP 

Usia kemiskinan memang setua sejarah kehidupan umat, namun keprihatinan Allah akan kemiskinan menjadikannya fenomena yang tidak mustahil untuk ditanggulangi. Allah memanggil kita untuk berpihak pada-Nya! 




[1]Bromiley, G. W. (1988; 2002). The International Standard Bible Encyclopedia, Revised(3:905). Wm. B. Eerdmans.
[2]Ibid.
[3]Ibid. 
[4]Freedman, D. N. (1996, c1992). The Anchor Yale Bible Dictionary(5:407). New York: Doubleday.
[5]Ibid. 
[6]Thomas Nelson Publishers. (1995). Nelson's quick reference topical Bible index.Nelson's Quick reference (496). Nashville, Tenn.: Thomas Nelson Publishers.
[7]Kecuali I Sam 2:7 yang memang tidak ditulis untuk mengungkap asal kemiskinan, melainkan sebagai bahasa ekspresi atas kegembiraan Hana yang mengagungkan kemahakuasaan Allah
[8]Bromiley, G. W. (1988; 2002). The International Standard Bible Encyclopedia, Revised(3:905). Wm. B. Eerdmans.
[9]Thomas Nelson Publishers. (1995). Nelson's quick reference topical Bible index.Nelson's Quick reference (496). Nashville, Tenn.: Thomas Nelson Publishers.
[10]Swanson, J., & Nave, O. (1994). New Nave's. Oak Harbor: Logos Research Systems.
[11]Swanson, J., & Nave, O. (1994). New Nave's. Oak Harbor: Logos Research Systems.
[12]Ibid.
[13]Ibid.
[14]Ibid. 

[15]Bagai pesan Yesus kepada tujuh puluh murid agar tidak memberi salam bagi mereka yang dijumpai di jalan karena pesan Damai Sejahtera yang harus dikabarkan dan dikerjakan sebagai warta Kerajaan Allah adalah sesuatu yang urgent, penting dan genting, dan tak dapat disambi dengan hidup berbasa-basi! (Lukas 10 :4) 

Comments

Popular posts from this blog

"Transformed Nonconformist" Spirituality: An Effort to Open the Eyes of Indonesian Christian Church"

COMPARATIVE STUDY OF “PERFECT MAN” in IBN AL-ARABI and RANGGAWARSITA TASAWUF