MENGUJI ‘CINTA & BENCI ILUSIF’

Di era ini, media sangat berperan membentuk persepsi terhadap segala sesuatu. Sayangnya berbagai narasi di sekitar kita tidak disusun dalam ruang hampa. Motif telah menetap, rupa-rupa argumentasi disusun kemudian. Tak jarang lalu lintas narasi itu membuat “orang-orang baik” jadi kabur dan terjerembab dalam jebakan cinta dan benci yang bersifat ilusif. Sebelumnya purba sangka kita terhadap sesuatu butuh afirmasi pengalaman nyata, kini asumsi media yang menggempur secara bertubi-tubi membuat orang tak butuh pengalaman nyata untuk menguji prasangkanya. Sebagai contoh, persepsi yang dibangun oleh kelompok #2019gantipresiden, mereka menggelontorkan berbagai narasi yang membuat orang merasa Indonesia darurat ganti presiden tanpa tahu siapa calon alternatifnya. Propaganda ini seolah mengulang peristiwa “asal bukan Megawati” pasca kemenangan PDIP di Pemilu 1999 lalu. Terlepas dari polemik siapa yang bermain dan apa motifnya, saya melihat kemiripan dalam dua din...